Rombongan pejabat kolonial Belanda di sebuah pura di Sangsit, Buleleng, thn 1928.

Desa Sangsit berasal dari kata Sang Wangsit (Delik Sandi) dan Sang Siat (Pasukan tempur) yaitu peranan masyarakat Desa Adat beji dan Tegal Lebah, Desa Adat Gunung Sekar dan Desa adat Sora lepang ketika Pasukan Ki Barak Panji Sakti mengadakan penyerangan ke wilayah Manasa, sekitar thn 1677 M.

Desa sangsit yang dijadikan pusat pemerintahan di Lebah Manasa, maka Desa Adat ini dibentuk dari penyatuan empat Desa adat kecil yaitu Desa Adat Gunung Sekar (Timur), Desa Adat Tegal Menasa (Barat), Desa Adat Beji (Utara), Desa Adat SoraLepang (Selatan). Yang diangkat sebagai Amancabumi di Lebah Manasa adalah I gusti Ketut Jelantik, sehingga Desa Sangsit diberi julukan Desa Sidhi Mara.

Hal ini disebabkan dibawah kekuasaan I Gusti Jelantik, Desa Sangsit sangat disegani oleh Desa–Desa tua yang ada di Manasa.

Sejak itu Pura Beji, Pura Soralepang, Pura Guung Sekar, Pura Tegal Lebah dirubah statusnya dari Pura Desa menjadi Pura Subak. Karena desa-desa adat kecil yang disatukan menjadi Desa Sangsit berubah statusnya menjadi Banjar Adat.

Untuk menjalankan roda pemerintahan desa yang baru, digunakan Pura Bong Aya sebagai Pura Desa. Di Pura Bong Aya dilaksanakan Upacara pemasupatian jagat, sehingga pura bongaya lebih dikenal dengan Nama Pura Pasupati.